Catatan : Jenda Bangun
Nama
bandara di Indonesia hampir merata menjadi penanda khas daerah. Dominan
penamaannya dipilih dari tokoh-tokoh terkemuka daerah setempat.
Beberapa contoh misalnya di Makassar, Bandara Hasanuddin di Ambon,
Bandara Pattimura,di Bandung, Husein Sastranegara,di Bogor, Bandara
Atang Sanjaya,di Batam, Bandara Hang Nadim ,di Banda Aceh, Bandara
Sultan Iskandar Muda,di Lhok Seumawe, Bandara Malikus Saleh,di Denpasar,
Bandara Ngurah Rai,d Manado, Bandara Sam Ratulangi,di Banjarmasin,
Syamsuddin Noor,di Palembang, Bandara Sultan Mahmud Baharuddin,di
Palangkaraya, Bandara Tjilik Riwut,di Kupang, Bandara El Tari.
Memang, tak semua daerah menamai bandara dengan nama tokoh setempat. Tetapi, tetap mencerminkan ciri-ciri khas daerah itu. Padang menamakan pelabuhan udaranya Bandara Internasional Minangkabau (BIM). Mataram bernama Selaparang karena dulu ada Kerajaan Selaparang di Lombok. Ada juga yang nama tempat, seperti Bandara Sentani di Jayapura.
Bnisa jadi yang agak khas adalah nama bandara Polonia di Medan. Kalau dicari-cari di internet, Polonia yakni nama Latin untuk Polandia. Kabarnya, dulu ada orang Polandia, Baron Michalsky, mendapatkan konsesi penanaman tembakau dari Kolonial Belanda pada 1872. Daerah konsesi tembakau itulah kemudian dia namakan Polonia untuk mengenang negeri kelahirannya. Ternyata, nama bandara di Medan tetap terkait nama tempat bandara dibangun, daerah Polonia.
Kalau bandara daerah menamakan dengan nama-nama tokoh atau ikon khas setempat, sangat pas juga ketika nama bandara internasional di Jakarta mengabadikan ''tokoh nasional'', yakni Soekarno-Hatta. Status bandara itu memang bukan bandara ''daerah'', tapi bandara ''pusat''. Karena itu, bandara tersebut dinamai dengan dua negarawan tersebut. Tapi jangan lupa, sebelum pindah ke daerah Cengkareng, dulu namanya juga tokoh setempat, yaitu Halim Perdanakusumah.
Yang agak menarik perhatian adalah, adrenalin masyarakat Sumut dalam mempersiapkan nama bandara di Kuala Namu. Sebenarnya wilayah tempat dibangun bandara berada di kawasan Deliserdang yang konon dulunya berdiri Kerapatan Adat Kesultanan Serdang. Tapi, itu jadul alias jaman dulu. Untuk memudahkannya, memang banyak pihak menawarkan argumentasi yang rada masuk akal dan ''pantas'' dengan nama yang diusung.Mungkinkah 'merek'' yang dibawa lebih terkesan berkarakter dan lebih unggul dibandingkan dengan sebutan Kuala Namu Internasional Airport (KNIA)?
Bisa jadi model yang ditawarkan masyarakat tadi tidak sendirian. Bandara Ngurah Rai sebagai contoh. Selalu disebut Bandara Ngurah Rai, Denpasar padahal, tempatnya di Kecamatan Kuta, Kabupaten Badung.
Tapi, bukan itu yang paling menarik di sini. Nama Kuala Namu Internasional Airport (KNIA) itu sendiri ternyata sangat berkaitan dengan lokasi berdirinya bandara baru tersebut. Nama yang kemarin dikumandangkan Tuanku Luckman Sinar Basarshah II SH untuk bangsa ini memang tak diragukan lagi argumentasinya.
Konon kawasan yang dimanfaatkan sebagai lokasi bandara tersebut daerah kekuasaan Kerajaan Serdang abad XIX yang dipimpin Sultan Basyaruddin Syaiful Alamsyah.Wilayah radius 2 hektar membentang di seputaran istana Darul Arif di Kampung Besar Serdang (kini Kecamatan Beringin ) dan meliputi Kuala Namo.
Heroisme yang ditorehkannya dalam menghadapi kolonialisme Belanda histori yang sangat kental untuk diabadikan.Keberadaannya tidak dapat dipisahkan dengan perjuangan rakyat dan pembangunan perkebunan di kawasan tersebut.Keterbukaan dalam memerintah serta hidup berdampingan dengan dunia luar khususnya investor di bidang perkebunan disambut positif bersama aturan main yang tegas.Salah satunya adalah mengizinkan investor asing berusaha dengan memberikan hak konsesi ( hak guna usaha ) di kawasan Kuala Namu, dengan syarat hak ulayat itu dikembalikan manakala masa berlaku izin berakhir.
Ada apa dengan KNIA ? Tentu, bukan karena Deliserdang tidak memiliki tokoh besar lalu asal dicari-cari. Wacana ini sangat perlu disebarkan ke semua pihak.Apalagi di tengah masyarakat sudah mengembang suasana tarik – menarik dalam membela argumentasi yang ditawarkan sebelumnya. Namun dengan alternatif yang disampaikan Tuanku Luckman Sinar Basarshah II SH suasana pengusulan kian mengerucut ke arah nama yang tepat.
Bandara KNIA akan menjadi bandara besar nantinya, oleh sebab itu wajar – wajar saja banyak tokok yang pantas menjadi penanda bandara ini. Misalnya, Jenderal AH Nasution, Adam Malik, Tengku Rizal Nurdin ,Hj Ani Idrus ,Marah Halim,Amir Hamzah ,Sisingamangaraja XII,Raja Inal Siregar dan Syamsul Arifin
Tokoh-tokoh tersebut sudah sangat dikenal sehingga keberadaannya dapat dikatakan sebagai jaminan kepribadiannya. Kalau nama tokoh-tokoh itu dijadikan nama bandara, tentunya akan lebih mudah menjadi kondang.
Namun nama alternatif yang disampaikan Tuanku Luckman Sinar Basarshah II SH akan memberi pencerahan baru dalam pengabadiannya kelak.Paling – paling , satu hal yang memerlukan pemikiran ulang adalah kata “Namu”.Bagi kalangan warga etnis Karo, kata “Namo” sudah sejak berabad diabadikan dalam nama daerah, misalnya Namo Tualang, Namo Rambe, Namo Bintang atau Namo Sira-sira.Tetapi dalam hidup kebersamaan dengan etnis lain kata “Namo” yang bermakna bagian terdalam sebuah sungai itu, mendapat perubahan sebagai gejala pemakaian bahasa, menjadi “Namu”.Misalnya Namu Ukur, Namu Terasi atau Namu Tating.
What's in a name? -- Apalah arti sebuah nama, sebuah ungkapan dalam cerita Romeo dan Juliet, kisah percintaan panjang buah pena pujangga Inggris William Shakespeare. Mungkin inilah ungkapan paling terkenal yang pernah ada tentang nama. Betapa indahnya jika ini benar. Orang suka mengutip Shakespeare untuk mengatakan betapa tidak pentingnya sebuah nama, seolah-olah mengatakan pujangga Inggris ini menganggap nama tidaklah penting. Orang-orang yang suka asal mengutip tidak tahu ungkapan ini memiliki konteks berbeda. Shakespeare menggunakan ungkapan ini karena Romeo dan Juliet tidak bisa bersatu berhubung nama belakang keduanya menunjukkan nama dua keluarga yang sudah bermusuhan selama bertahun-tahun.
Apalah arti sebuah nama? Sebuah karakter yang memiliki pengaruh besar.Anne Bernays dan Pamela Painter, penulis buku panduan bagi pengarang fiksi berkata, kadang terjadi kesalahan pembuatan sehingga nama itu lebih cocok bagi yang lain.
Memberi nama manusia mungkin bisa salah, tetapi tidak ada alasan bagi kesalahan pemberian nama yang dibadikan secara monumental. Tidak boleh ada kesalahan dalam segala hal karena nama itu diharapkan lebih baik dari yang lainnya.
Teriakan ''Ahoi'' untuk mengobarkan semangat rakyat Sumatera Utara dari warga Melayu seakan menjadi ''suara imajiner'' mengiringi KNIA. Rakyat sudah mengagumi Sultan Basyaruddin Syaiful Alamsyah. Sentimen lain yang menggejala belakangan ini , setidaknya sudah akan luruh dengan alternatif satu ini.Tentu jasanya tak bisa kita lupakan. Kalaupun namanya jarang disebut sebagaimana tokoh lain yang kondang, itu bukan alasan mengurangi penghargaan kepada kawasan yang dipimpinnya. Alangkah sejuk dan heroiknya seandainya nama Kuala Namo Internasional Airport (KNIA ) diabadikan kelak.Ahoi! Ahoi ! Ahoi !
Memang, tak semua daerah menamai bandara dengan nama tokoh setempat. Tetapi, tetap mencerminkan ciri-ciri khas daerah itu. Padang menamakan pelabuhan udaranya Bandara Internasional Minangkabau (BIM). Mataram bernama Selaparang karena dulu ada Kerajaan Selaparang di Lombok. Ada juga yang nama tempat, seperti Bandara Sentani di Jayapura.
Bnisa jadi yang agak khas adalah nama bandara Polonia di Medan. Kalau dicari-cari di internet, Polonia yakni nama Latin untuk Polandia. Kabarnya, dulu ada orang Polandia, Baron Michalsky, mendapatkan konsesi penanaman tembakau dari Kolonial Belanda pada 1872. Daerah konsesi tembakau itulah kemudian dia namakan Polonia untuk mengenang negeri kelahirannya. Ternyata, nama bandara di Medan tetap terkait nama tempat bandara dibangun, daerah Polonia.
Kalau bandara daerah menamakan dengan nama-nama tokoh atau ikon khas setempat, sangat pas juga ketika nama bandara internasional di Jakarta mengabadikan ''tokoh nasional'', yakni Soekarno-Hatta. Status bandara itu memang bukan bandara ''daerah'', tapi bandara ''pusat''. Karena itu, bandara tersebut dinamai dengan dua negarawan tersebut. Tapi jangan lupa, sebelum pindah ke daerah Cengkareng, dulu namanya juga tokoh setempat, yaitu Halim Perdanakusumah.
Yang agak menarik perhatian adalah, adrenalin masyarakat Sumut dalam mempersiapkan nama bandara di Kuala Namu. Sebenarnya wilayah tempat dibangun bandara berada di kawasan Deliserdang yang konon dulunya berdiri Kerapatan Adat Kesultanan Serdang. Tapi, itu jadul alias jaman dulu. Untuk memudahkannya, memang banyak pihak menawarkan argumentasi yang rada masuk akal dan ''pantas'' dengan nama yang diusung.Mungkinkah 'merek'' yang dibawa lebih terkesan berkarakter dan lebih unggul dibandingkan dengan sebutan Kuala Namu Internasional Airport (KNIA)?
Bisa jadi model yang ditawarkan masyarakat tadi tidak sendirian. Bandara Ngurah Rai sebagai contoh. Selalu disebut Bandara Ngurah Rai, Denpasar padahal, tempatnya di Kecamatan Kuta, Kabupaten Badung.
Tapi, bukan itu yang paling menarik di sini. Nama Kuala Namu Internasional Airport (KNIA) itu sendiri ternyata sangat berkaitan dengan lokasi berdirinya bandara baru tersebut. Nama yang kemarin dikumandangkan Tuanku Luckman Sinar Basarshah II SH untuk bangsa ini memang tak diragukan lagi argumentasinya.
Konon kawasan yang dimanfaatkan sebagai lokasi bandara tersebut daerah kekuasaan Kerajaan Serdang abad XIX yang dipimpin Sultan Basyaruddin Syaiful Alamsyah.Wilayah radius 2 hektar membentang di seputaran istana Darul Arif di Kampung Besar Serdang (kini Kecamatan Beringin ) dan meliputi Kuala Namo.
Heroisme yang ditorehkannya dalam menghadapi kolonialisme Belanda histori yang sangat kental untuk diabadikan.Keberadaannya tidak dapat dipisahkan dengan perjuangan rakyat dan pembangunan perkebunan di kawasan tersebut.Keterbukaan dalam memerintah serta hidup berdampingan dengan dunia luar khususnya investor di bidang perkebunan disambut positif bersama aturan main yang tegas.Salah satunya adalah mengizinkan investor asing berusaha dengan memberikan hak konsesi ( hak guna usaha ) di kawasan Kuala Namu, dengan syarat hak ulayat itu dikembalikan manakala masa berlaku izin berakhir.
Ada apa dengan KNIA ? Tentu, bukan karena Deliserdang tidak memiliki tokoh besar lalu asal dicari-cari. Wacana ini sangat perlu disebarkan ke semua pihak.Apalagi di tengah masyarakat sudah mengembang suasana tarik – menarik dalam membela argumentasi yang ditawarkan sebelumnya. Namun dengan alternatif yang disampaikan Tuanku Luckman Sinar Basarshah II SH suasana pengusulan kian mengerucut ke arah nama yang tepat.
Bandara KNIA akan menjadi bandara besar nantinya, oleh sebab itu wajar – wajar saja banyak tokok yang pantas menjadi penanda bandara ini. Misalnya, Jenderal AH Nasution, Adam Malik, Tengku Rizal Nurdin ,Hj Ani Idrus ,Marah Halim,Amir Hamzah ,Sisingamangaraja XII,Raja Inal Siregar dan Syamsul Arifin
Tokoh-tokoh tersebut sudah sangat dikenal sehingga keberadaannya dapat dikatakan sebagai jaminan kepribadiannya. Kalau nama tokoh-tokoh itu dijadikan nama bandara, tentunya akan lebih mudah menjadi kondang.
Namun nama alternatif yang disampaikan Tuanku Luckman Sinar Basarshah II SH akan memberi pencerahan baru dalam pengabadiannya kelak.Paling – paling , satu hal yang memerlukan pemikiran ulang adalah kata “Namu”.Bagi kalangan warga etnis Karo, kata “Namo” sudah sejak berabad diabadikan dalam nama daerah, misalnya Namo Tualang, Namo Rambe, Namo Bintang atau Namo Sira-sira.Tetapi dalam hidup kebersamaan dengan etnis lain kata “Namo” yang bermakna bagian terdalam sebuah sungai itu, mendapat perubahan sebagai gejala pemakaian bahasa, menjadi “Namu”.Misalnya Namu Ukur, Namu Terasi atau Namu Tating.
What's in a name? -- Apalah arti sebuah nama, sebuah ungkapan dalam cerita Romeo dan Juliet, kisah percintaan panjang buah pena pujangga Inggris William Shakespeare. Mungkin inilah ungkapan paling terkenal yang pernah ada tentang nama. Betapa indahnya jika ini benar. Orang suka mengutip Shakespeare untuk mengatakan betapa tidak pentingnya sebuah nama, seolah-olah mengatakan pujangga Inggris ini menganggap nama tidaklah penting. Orang-orang yang suka asal mengutip tidak tahu ungkapan ini memiliki konteks berbeda. Shakespeare menggunakan ungkapan ini karena Romeo dan Juliet tidak bisa bersatu berhubung nama belakang keduanya menunjukkan nama dua keluarga yang sudah bermusuhan selama bertahun-tahun.
Apalah arti sebuah nama? Sebuah karakter yang memiliki pengaruh besar.Anne Bernays dan Pamela Painter, penulis buku panduan bagi pengarang fiksi berkata, kadang terjadi kesalahan pembuatan sehingga nama itu lebih cocok bagi yang lain.
Memberi nama manusia mungkin bisa salah, tetapi tidak ada alasan bagi kesalahan pemberian nama yang dibadikan secara monumental. Tidak boleh ada kesalahan dalam segala hal karena nama itu diharapkan lebih baik dari yang lainnya.
Teriakan ''Ahoi'' untuk mengobarkan semangat rakyat Sumatera Utara dari warga Melayu seakan menjadi ''suara imajiner'' mengiringi KNIA. Rakyat sudah mengagumi Sultan Basyaruddin Syaiful Alamsyah. Sentimen lain yang menggejala belakangan ini , setidaknya sudah akan luruh dengan alternatif satu ini.Tentu jasanya tak bisa kita lupakan. Kalaupun namanya jarang disebut sebagaimana tokoh lain yang kondang, itu bukan alasan mengurangi penghargaan kepada kawasan yang dipimpinnya. Alangkah sejuk dan heroiknya seandainya nama Kuala Namo Internasional Airport (KNIA ) diabadikan kelak.Ahoi! Ahoi ! Ahoi !
(Posted 4th March 2009)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar