Lang adi aku turang kam kel ateku
Man lape-lape tendiku nggeluh
Tapi labanci turang ateku jadi
Peraten “Tuhan Dibata” nirangke kita
…….
Meganjangsa bide-bidena
Mekapalsa baleng – balengna
Siman tingkahen njumpai kena
(Perpeltep Ketang – Drs Hendry Bangun)
Demikian
tembang melankolis ini saya lantunkan, mengiringi kegalauan hati dan
suara tersekat, pasca menerima kabar kepergian Drs Hendry Bangun
menghadap Tuhan Minggu siang (21/11).Satu lagi seniman “besar” Bumi
Turang meninggalkan komunitasnya dan mewariskan karya – karya akbar.
Hikmah apa sebenarnya yang dapat diambil dari kepergian pria yang lahir
lahir di Desa Suka 6 Mei 1956 ini ? Secara singkat dapat dikatakan yakni
pembelajaran.Ya , ternyata Tuhan Maha Pencipta lebih sakti ketimbang
mahluk yang ada di bumi ini. Memang , ratusan karya lagu , drama
panggung maupun sinetron yang ditorehkan Hendry Bangun di blantika mudik
Karo tidak melayang sia-sia dan bukan sebatas “ Layam – Layam Sitangkai
Ndoli”. Sebaliknya, bisa bisa menjadi “ Tawar Bangger” bagi seluruh
warga Karo ketika merindukan barisan nada – nada khas suami Asmaria Br
Ginting ini.Bagi klan Tambar Malem – tanpa mengenyampingkan penghargaan
kepada klan lain – terbukti banyak tonggak sejarah di seni Karo sudah
dilakukan.Sebut saja Darmi Peranginangin yang sangat sederhana itu
melahirkan tembang melankolis yang sukar dicari tandingannya.Ingat lagu
“Belo La Ertangke “ atau “ Ula Salahi Si Laersalah “ ?.Itu sebagian
diantara karyanya. Samion Pinem dan Tio Fanta generasi Tambar Malem yang
melejit lewat bendera kelompok musik “ Bengkel Junior ”.Kelompok yang
kuat dalam pemilihan lagu pop dengan lead saxsophone dengan lagu
abadinya berjudul “Ngerondong” Ada lagi generasi Tambar Malem yang
sangat minimalis dalam pemanfaatan musik di awal karirnya.Dia adalah
Pinta Bangun yang kondang dengan karyanya bertajuk “ Pengadilan Ngena
Ate “ . Lain lagi Raja Edward Sebayang.Karyanya cukup deras degan label
bendera KES 21,diantaranya “Ketak-ketak Lau Bampu”.Selain mencipta ia
juga bernyanyi dalam setiap album rekamannya. Masih ada lagi catatan
lain semisal Asmani Peranginangin,Panca Sebayang dan Faisal
Peranginangin.Masing – masing pernah menorehkan karyanya di benak
penggemar lagu daerah Karo. Bergantian muncul nama penyanyi Tambar Malem
diantaranya Arus Peranginanin , Maria Magdalena Br Keliat , Sri Malem
Br Bangun , Erwina Br Bangun , Simson Bangun , John Lewi Keliat serta
Netty Vera Br Bangun.Seluruhnya tampil dengan tatanan karya serta sosok
yang unik dan spesial. Menyebut nama – nama diatas belum sempurna tanpa
melirik tonggak sejarah seni modern etnis Karo.Hendry Bangun, PNS Pemkab
Karo yang pernah bergabung di Riamor Band Batukarang Ayah dari Kapten
(P) Kariady Bangun , Eviany Br Bangun, SE , Sastroy Bangun,S.Sos,
Revikadeny Br Bangun ini sangat energik dan ramah manakala diajak
membicarakan karya seni.Ketika dirawat di RS Pirngadi Medan , saya
sempat meminta agar seluruh karyanya didokumentasikan.Jawabnya , nanti
apabila kesehatannya sudah prima.Tanya memang tidak terjawab sampai
sekarang seakan menyebutkan karya nyata dalam seni dikembalikan kepada
masyarakat sebagai pemiliknya.Lihat saja karya sinetronya yang pernah
menjuarai lomba antara TVRI se-Indonesia, tidak banyak yang tahu.Bahkan
di jejaring sosial nama Hendry Bangun malah tidak ditemukan
profilnya.Padahal lewat “Beru Rengga Kuning” ( 1990) dan “Perlanja Sira”
( 1993) ia buktikan kehebatannya menyabet juara 2.Belum lagi “Mate ras
Mate” yang booming , “ Tawar Gegeh” dan drama rohani meramaikan HUT
Moria GBKP ke-50.Justin Tarigan sebagai mitra berkeseniannya menyebutkan
Hendry Bangun pekerja keras di bidangnya tanpa berharap puja -
puji.Kinerjanya yang lurus dan bersahaja banyak diwarisi rekan – rekan. “
Saya kehilangan dia.Firasat atas itu sudah saya terima Rabu malam
kemarin.Lewat mimpi saya lihat dia memasuki rumah baru, mengenakan jas
baru dan cuma menoleh kepada saya. Seakan – akan dia ingin mengatakan
teruskan kegiatan kami , ujar Justin.Pertua Emeretus Drs Hendry Bangun
terbujur kaku di Jambur Lige Kabanjahe di hadapan seluruh keluarga dan
kerabat.Ia sudah diabadikan dalam pakaian kebesaran seorang "Pertua"
GBKP lengkap dengan jas dan stolanya.Dan tanah basah di Kutakepar Desa
Suka Kecamatan Tiga Panah siap mendekap layaknya menyambut seorang putra
terbaik yang kembali ke asalnya.Seabreg kesan yang diwariskannya kepada
keluarga , pemerintah maupun masyarakat lainnya sudah menjadi
konsumsi.Pergilah dengan damai wahai seniman besar .... Selamat Jalan .(
Jenda Bangun)
(Posted 24th November 2010)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar