Oleh : Jenda Bangun
SpongeBob
SquarePants tayangan serial animasi paling populer yang menjadi
kesukaan anak-anak maupun orang dewasa di seluruh dunia. Di Indonesia
serial ini dipopulerkan oleh LaTiVi sebelum hak tayang acara produksi
Nickelodeon tersebut kemudian direbut Global TV.
Antusias pemirsa menyaksikan tingkah polah Patrick Star dan kawan-kawannya sejak dipasarkan Mei tahun 1999 menjadi ikon budaya pop dunia.Disamping tata suara yang memikat dan unik , wujud biota laut yang divisualisasikan cukup menggelitik.
Cukup wajar memang , sebab kartun ini diciptakan oleh seorang ahli biologi laut sekaligus animator yakni Stephen Hillenburg dengan setting di kawasan Samudra Pasifik tepatnya di kota "Bikini Bottom" sekitarnya.Selanjutnya dirilis ke masyarakat melalui perusahaannya United Plankton Pictures Inc.
Ini adalah simbolisasi kehidupan bawah laut yang ditata layaknya komunitas yang aman, damai dan sejahtera.Kalaupun mencuat ketimpangan diantara tokoh utama berbentuk spons ini dengan tokoh lain tidak akan pernah saling merusak dan menghancurkan.Apakah kondisi biota laut secara keseluruhan kini benar – benar seperti tayangan serial SpongeBob SquarePants itu ?
Negara Pulau
Indonesia sejak 13 Desember 1957 mengklaim sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan 17.508 pulau dan 6.000 di antaranya merupakan pulau yang berpenduduk.Secara keseluruhan juga memiliki garis pantai terpanjang di dunia yakni 81.000 km atau 14% dari garis pantai yang ada di seluruh dunia. Luas laut Indonesia mencapai 5,8 juta km2, atau mendekati 70% dari luas keseluruhan negara Indonesia.
Hutan bakau, padang lamun dan terumbu karang adalah tiga eksosistim penting di pesisir pantai.Ekosistim ini berperan melindungi pantai dari ancaman abrasi, erosi serta tempat pemijahan hewan-hewan biota laut lainnya. Terumbu karang bahkan oase sekaligus rumah bagi biota laut tersebut.Diperkirakan lebih dari 3.000 spesies biota laut dapat ditemui pada terumbu karang yang menjadi tempatnya berkembang - biak, mencari makan dan berlindung
Terumbu karang dengan kondisi yang baik memiliki fungsi yang cukup luas, yaitu memecah ombak dan mengurangi erosi; tempat cadangan deposisi kapur yang mengandung carbon. Terumbu karang juga berfungsi mengurangi karbon yang lepas ke atmosfer sehingga dapat mengurangi kerusakan ozon.Namun pada terumbu karang dengan kondisi jelek terjadi pengurangan kapur yang mengakibatkan turunnya permukaan terumbu karang. Akibatnya gelombang laut tidak dapat lagi dipecah oleh terumbu karang yang letaknya menjadi jauh dibawah permukanan laut. Lambat laut, gempuran gelombang laut mengerus dataran rendah menjadi laut.
Terumbu karang adalah ekosistem yang amat peka dan sensitif.Jangankan dirusak, diambil sebuah saja, maka rusaklah keutuhannya. Ini disebabkan kehidupan di terumbu karang berlandaskan hubungan saling tergantung antara ribuan makhluk. Rantai makanan adalah salah satu dari bentuk hubungan tersebut. Tidak cuma itu, proses terciptanya pun membutuhkan waktu berjuta tahun hingga dapat tercipta secara utuh dan indah. Dan yang ada di perairan Indonesia saat ini diperkirakan mulai terbentuk sejak 450 juta tahun silam.
Ekosistem terumbu karang umumnya terdapat pada perairan yang relatif dangkal dan jernih serta suhunya hangat ( lebih dari 22 derjat celcius) dan memiliki kadar karbonat yang tinggi. Binatang karang hidup dengan baik pada perairan tropis dan sub tropis serta jernih karena cahaya matahari harus dapat menembus hingga dasar perairan. Sinar matahari diperlukan untuk proses fotosintesis, sedangkan kadar kapur yang tinggi diperlukan untuk membentuk kerangka hewan penyusun karang dan biota lainnya.
Potensi
Sebagai bangsa bahari yang memiliki wilayah laut luas dengan ribuan pulau besar dan kecil yang tersebar didalamnya, maka derajat keberhasilan bangsa banyak ditentukan dalam pemanfaatan dan pengelolaan potensi wilayah laut yang luas tersebut.
Terumbu karang adalah adalah salah satu dari potensi itu. Indonesia merupakan salah satu Negara terpenting di dunia sebagai penyimpan keanekaeagaman hayati laut tertinggi. Di Indonesia terdapat 2,500 spesies of molluska, 2,000 spesies krustasea, 6 spesies penyu laut, 30 mamalia laut, dan lebih dari 2,500 spesies ikan laut.
Luas ekosistem terumbu karang Indonesia diperkirakan mencapai 75.000 km2 yaitu sekitar 12 sampai 15 persen dari luas terumbu karang dunia. Dengan ditemukannya 362 spesies scleractinia (karang batu) yang termasuk dalam 76 genera, Indonesia merupakan episenter dari sebaran karang batu dunia.
Ekosistim terumbu karang merupakan tempat tinggal 32 jenis ikan dari 132 jenis lainnya yang menjadi komoditi ekspor.Potensi terumbu karang yang sehat dapat memproduksi 3 - 10 ton ikan per kilometer per segi pertahun.
Kekayaan sumberdaya laut tersebut menimbulkan daya tarik bagi berbagai pihak untuk memanfaatkan sumberdayanya dan berbagai instansi turut meregulasi pemanfaatannya. Kekayaan sumberdaya laut selanjutnya mulai terganggu. Sejak tahun 1990-an, fenomena degradasinya semakin berkembang dan meluas.
Laporan Reef at Risk (2002) menempatkan Indonesia sebagai salah satu negara dengan status terumbu karang paling terancam. Selama 50 tahun terakhir, proporsi penurunan kondisi terumbu karang Indonesia meningkat dari 10% menjadi 50%. Lebih lanjut, hasil survey P2O LIPI (2006) menyebutkan hanya 5,23% terumbu karang di Indonesia yang berada di dalam kondisi yang baik.
Rusaknya ekosistem itu berimplikasi terhadap penurunan kualitas lingkungan untuk sumberdaya ikan serta erosi pantai. Sehingga terjadi kerusakan tempat pemijahan dan daerah asuhan ikan, berkurangnya populasi benur, nener, dan produktivitas tangkap udang.
Semua kerusakan tersebut adalah gejala yang terlihat dengan kasat mata dari hasil interaksi antara manusia dengan sumberdaya laut yang tidak memperhatikan kaidah-kaidah kelestarian dan daya dukung lingkungannya. Sehingga persoalan yang mendasar adalah mekanisme pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil tidak efektif untuk memberi kesempatan kepada sumberdaya hayati pesisir yang dimanfaatkan pulih kembali atau pemanfaatan sumberdaya non-hayati disubstitusi dengan sumberdaya alam lain dan mengeliminir faktor-faktor yang menyebabkan kerusakannya.
Perusak Terumbu Karang
Faktor ancaman utama terumbu karang adalah: bencana alam seperti tsunami ,Elnino, taupan atau gempa; faktor antropogenik (yang berasal dari ulah manusia) termasuk sedimentasi, pencemaran laut oleh limbah (domestik dan industri), akibat kegiatan manusia secara langsung seperti penggunaan bom dan obat beracun untuk menangkap ikan di terumbu karang, penambangan karang dan pemasangan bubu di terumbu karang; faktor biologi seperti adanya predator pemakan polip karang, (Acanthaster planci, Drupella), pathogenic desase (Hughes et al.1985) dan yang tidak kalah pentingnya dalam masalah pertumbuhan karang ini adalah adanya kompetisi ruang diantara biota bentos di terumbu karang (O.Naim et al.2000) dan Over fishing (L.L.Cho et al.2000).Overfishing menyebabkan berkurangnya jenis ikan herbivor yang dapat menimbulkan ledakan populasi makroalgae.
Pengrusakan terumbu karang tersebut khususnya yang disebabkan oleh aktivitas manusia, merupakan tindakan inkonstitusional alias melanggar hukum. Dalam UU 1945 pasal 33 ayat 3 dinyatakan, “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Pasal 33 ayat 3 ini merupakan landasarn yuridis dan sekaligus merupakan arah bagi pengaturan terhadap hal yang berkaitan dengan sumberdaya terumbu karang. Selain itu salah satu tujuan dari Strategi Konservasi Dunia 1980 adalah menetapkan terumbu karang sebagai sistem ekologi dan penyangga kehidupan yang penting untuk kelangsungan hidup manusia dan pembangunan berkelanjutan. Karena itu, terumbu karang di sebagai salah satu sumberdaya alam yang ada di Indonesia, pengelolaannya harus di dasarkan pada peraturan - peraturan,di antaranya:
UU RI No. 4/1982, tentang ketentuan-ketentuan pokok pengelolaan lingkungan hidup. UU RI No. 9/1985. Tentang perikanan,UU RI No. 5/1990 tentang konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistem,UU RI No. 9/1990 Tentang Kepariwisataan ,Peraturan pemerintah No. 29/1986 tentang analisa dampak lingkungan,Keputusan menteri kehutanan No. 687/Kpts.II/1989 tanggal 15 Nopember 1989 tentang pengusaha hutan wisata, Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Hutan Laut.
Surat edaran Menteri PPLH No. 408/MNPPLH/4/1979, tentang larangan pengambilan batu karang yang dapat merusak lingkungan ekosistem laut, ditujukan kepada Gubenur Kapala Daerah, Tingkat I di seluruh Indonesia.
COREMAP
Kebijakan umum pengelolaan terumbu karang di Indonesia adalah mengelola ekosistem terumbu karang berdasarkan kesimbangan antara pemanfaatan dan kelestarian yang dirancang dan dilaksanakan secara terpadu dan sinergis oleh pemerintah dan pemerintah daerah, masyarakat, swasta, perguruan tinggi, serta organisasi non pemerintah
Salah satu program itu disebut dengan Coral Reef Rehabilitation and Management Program (COREMAP), atau program rehabilitasi dan pengelolaan terumbu karang, jangka panjang yang diprakarsai oleh pemerintah Indonesia.Tujuannya untuk melindungi, merehabilitasi, dan mengelola pemanfaatan secara lestari terumbu karang serta ekosistem terkait di Indonesia, yang pada gilirannya akan menunjang kesejahteraan masyarakat pesisir.
COREMAP terdiri dari tiga tahap yakni , tahap I, Tahap Inisiasi (1998 – 2001): untuk menetapkan landasan kerangka kerja sistem nasional terumbu karang;tahap II, Tahap Akselerasi (2001 – 2007): untuk menetapkan sistem pengelolaan terumbu karang yang andal di daerah-daerah prioritas; tahap III, Tahap Pelembagaan (2007 – 2013): untuk menetapkan sistem pengelolaan terumbu karang yang andal dan operasional, dengan pelaksanaan terdesentralisasi, dan telah melembaga.
Setelah dimulai, kemudian terjadi perubahan besar dalam tata pemerintahan di Indonesia, pemerintahan yang sebelumnya mempunyai kewenangan yang sangat sentralistik menjadi terdesentralisasi. Sebagai akibatnya, implementasi program juga harus disesuaikan, dengan perubahan pentahapan sebagai berikut: tahap I, Tahap Inisiasi (1998 – 2004); tahap II , Tahap Desentralisasi dan Akselerasi (2004 – 2009) ,tahap III, Tahap Pelembagaan (2010 – 2015).
Lembaga Pelaksana (Executing Agency) untuk COREMAP Tahap I adalah Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Dengan didirikannya departemen baru Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) tahun 1999, lembaga pelaksana untuk COREMAP Tahap II dialihkan ke departemen yang baru ini.
Meskipun demikian, LIPI tetap merupakan bagian dari program ini, yang kegiatannya lebih difokuskan pada bidang informasi ilmiah dan pelatihan atau Coral Reef Information and Trainng Centre ( CRITC) serta pendidikan.Dalam implementasi program, lembaga pelaksana bekerjasama erat dengan lembaga-lembaga pemerintah terkait, baik di pusat maupun di daerah. Kerjasama dengan LSM dan masyarakat lokal juga dikembangkan.
Kabupaten yang akan terlibat dalam kegiatan COREMAP Tahap II yang didanai oleh World Bank (WB) adalah Selayar (Sulawesi Selatan), Pangkajene (Sulawesi Selatan), Buton (Sulawesi Tenggara), Sikka (Nusa Tenggara Timur), Biak (Papua), dan Raja Ampat (Papua).
Dalam perkembangan kemudian, dalam kaitan dengan pemekaran wilayah, Kabupaten Buton berkembang menjadi kabupaten Buton dan Wakatobi.Kabupaten yang didanai oleh Asian Development Bank (ADB) adalah: Kota Batam (Kepulauan Riau), Bintan (Kepulauan Riau), Natuna (Riau), Nias Selatan (Sumatra Utara), Tapanuli Tengah (Sumatra Utara) dan Mentawai (Sumatra Barat).
Program Coremap II
Studi data dasar aspek sosial terumbu karang COREMAP Tahap II ini dilakukan di Teluk Sawo, kecamatan Tuhemberua, Kabupaten Nias. Terdapat dua desa yang dikunjungi, yaitu desa Sawo dan Lasara Sawo. Sementara di Kabupaten Tapanuli Tengah diadakan di Desa Kedai Gadang dan Desa Jago-Jago , Kecamatan Badiri.
Dari berbagai penyebab kerusakan terumbu karang ini, dua aktivitas yang dirasakan paling merusak adalah penambangan karang dan penggunaan bom. Penambang karang melibatkan penduduk khususnya di Desa Sawo, tetapi penggunannya adalah sebagian besar penduduk setempat untuk keperluan bahan bangunan. Selain itu dimanfaatkan untuk bangunan-bangunan kepentingan pemerintah maupun masyarakat. Selain itu, jalan-jalan desa juga menggunakan batu karang sebagai bahan dasarnya. Sedangkan bom ikan dilakukan oleh nelayan yang berasal dari Sibolga.
Pada dasarnya penduduk mempunyai pengetahuan tentang fungsi-fungsi terumbu karang, aturan pelarangan dan apa yang harus dilakukan untuk mencegahnya. Tetapi dalam kasus tertentu, seperti penambangan karang mereka mendapat kesulitan alternatif untuk bahan bangunan. Sedangkan untuk kasus-kasus pemboman diharapkan pemerintah melalui aparat pengamanlah harus menegakkan hukum yang benar.
Program
Pemahaman masyarakat mengenai program COREMAP lumayan baik, minimal pernah mendengar kata COREMAP, walau pemahaman tentang tujuannya berbeda-beda.Artinya program sosialisasi yang dilakukan mengenai langkah-langkah yang akan dilakukan oleh COREMAP kelak tidak menimbulkan persoalan baru. Khususnya dengan keterlibatan Kelompok masyarakat (Pokmas), yang nota bene belum memiliki pemahaman melebihi warga.
Misalnya,sebagian besar masyarakat nelayan pernah mendengar adanya pelarangan penggunaan alat tangkap yang merusak dan pelarangan pengambilan batu karang. Namun, masih banyak diantara mereka tidak mengerti bahwa pelanggaran terhadap pelarangan tersebut ada sanksinya namun terlihat sebaliknya.Akibatnya pelanggaran di perairan tersebut tetap saja terjadi.
Dampak serupa juga terjadi di Desa Kadai Gadang.Menurut nelayan tidak adanya sanksi membuat penurunan kondisi terumbu karang terjadi besar – besaran terutama setelah tahun 1970an. Sebelumnya, terumbu karang di sekitar perairan Barus tergolong bagus.Karang Raja Uda yang terletak sekitar 4 km dari pemukiman penduduk misalnya, kondisi paling bagus dan dapat dilihat dari permukaan laut.Nelayan dan keluarganya sering berpiknik ke pulau kecil tersebut menikmati keindahannya. Sekarang, kondisinya rusak dan di perairan Barus banyak ditemukan karang-karang mati.
Untuk perbaikan ke depan rasanya masyarakat nelayan perlu dimotivasi agar mengubah perilaku yang merusak sumber daya laut dengan memberikan bimbingan dan penyuluhan tentang pentingan kelestarian terumbu karang.
Sosialisasi peraturan dan sanksi terhadap pelanggaran pengelolaan sumber daya laut sebesar-besarnya memanfaatkan media yang ada di masyarakat, antara lain televisi, radio, dan dialog antara pemerintah setempat dengan masyarakat melalui kelompok-kelompok nelayan.
Hal yang tak kalah pentingnya, penegakan hukum dengan meningkatkan peran serta semua aparat keamanan perairan dan sumber daya laut, antara lain Angkatan Laut, Dinas Kelautan dan Perikanan, Polisi Air, dan aparat desa setempat.Penyusunan peraturan adat untuk pengelolaan dan pelestarian sumber daya laut bagi desa-desa yang belum memiliki peraturan adat juga cukup efektif.Seperti di Desa Jago-Jago, Desa Sawo,Kadai Gadang dan Sitadas pernah mengenal ritual jamu laut yang dapat dibangkitkan lagi .Untuk melakukan semua itu, tentunya diperlukan peran serta masyarakat dan lembaga swadaya masyarakat.Pemberdayaan lembaga masyarakat (antara lain Pokmas) untuk menyosialisaikan pentingnya pelestarian terumbu karang dipandang cukup penting.
Penggunaan teknologi yang lebih maju untuk meningkatkan pendapatan nelayan juga langkah yang cukup maju.Mewujudkan semua ini, tentunya diperlukan peran serta lembaga keuangan dan pemerintah daerah untuk memberikan pinjaman lunak kepada para nelayan.Pembentukan lembaga ekonomi dalam bentuk koperasi untuk meningkatkan kesejahteraan bersama salah satu alternatif terbaik. (Posted 5th January 2009)
Antusias pemirsa menyaksikan tingkah polah Patrick Star dan kawan-kawannya sejak dipasarkan Mei tahun 1999 menjadi ikon budaya pop dunia.Disamping tata suara yang memikat dan unik , wujud biota laut yang divisualisasikan cukup menggelitik.
Cukup wajar memang , sebab kartun ini diciptakan oleh seorang ahli biologi laut sekaligus animator yakni Stephen Hillenburg dengan setting di kawasan Samudra Pasifik tepatnya di kota "Bikini Bottom" sekitarnya.Selanjutnya dirilis ke masyarakat melalui perusahaannya United Plankton Pictures Inc.
Ini adalah simbolisasi kehidupan bawah laut yang ditata layaknya komunitas yang aman, damai dan sejahtera.Kalaupun mencuat ketimpangan diantara tokoh utama berbentuk spons ini dengan tokoh lain tidak akan pernah saling merusak dan menghancurkan.Apakah kondisi biota laut secara keseluruhan kini benar – benar seperti tayangan serial SpongeBob SquarePants itu ?
Negara Pulau
Indonesia sejak 13 Desember 1957 mengklaim sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan 17.508 pulau dan 6.000 di antaranya merupakan pulau yang berpenduduk.Secara keseluruhan juga memiliki garis pantai terpanjang di dunia yakni 81.000 km atau 14% dari garis pantai yang ada di seluruh dunia. Luas laut Indonesia mencapai 5,8 juta km2, atau mendekati 70% dari luas keseluruhan negara Indonesia.
Hutan bakau, padang lamun dan terumbu karang adalah tiga eksosistim penting di pesisir pantai.Ekosistim ini berperan melindungi pantai dari ancaman abrasi, erosi serta tempat pemijahan hewan-hewan biota laut lainnya. Terumbu karang bahkan oase sekaligus rumah bagi biota laut tersebut.Diperkirakan lebih dari 3.000 spesies biota laut dapat ditemui pada terumbu karang yang menjadi tempatnya berkembang - biak, mencari makan dan berlindung
Terumbu karang dengan kondisi yang baik memiliki fungsi yang cukup luas, yaitu memecah ombak dan mengurangi erosi; tempat cadangan deposisi kapur yang mengandung carbon. Terumbu karang juga berfungsi mengurangi karbon yang lepas ke atmosfer sehingga dapat mengurangi kerusakan ozon.Namun pada terumbu karang dengan kondisi jelek terjadi pengurangan kapur yang mengakibatkan turunnya permukaan terumbu karang. Akibatnya gelombang laut tidak dapat lagi dipecah oleh terumbu karang yang letaknya menjadi jauh dibawah permukanan laut. Lambat laut, gempuran gelombang laut mengerus dataran rendah menjadi laut.
Terumbu karang adalah ekosistem yang amat peka dan sensitif.Jangankan dirusak, diambil sebuah saja, maka rusaklah keutuhannya. Ini disebabkan kehidupan di terumbu karang berlandaskan hubungan saling tergantung antara ribuan makhluk. Rantai makanan adalah salah satu dari bentuk hubungan tersebut. Tidak cuma itu, proses terciptanya pun membutuhkan waktu berjuta tahun hingga dapat tercipta secara utuh dan indah. Dan yang ada di perairan Indonesia saat ini diperkirakan mulai terbentuk sejak 450 juta tahun silam.
Ekosistem terumbu karang umumnya terdapat pada perairan yang relatif dangkal dan jernih serta suhunya hangat ( lebih dari 22 derjat celcius) dan memiliki kadar karbonat yang tinggi. Binatang karang hidup dengan baik pada perairan tropis dan sub tropis serta jernih karena cahaya matahari harus dapat menembus hingga dasar perairan. Sinar matahari diperlukan untuk proses fotosintesis, sedangkan kadar kapur yang tinggi diperlukan untuk membentuk kerangka hewan penyusun karang dan biota lainnya.
Potensi
Sebagai bangsa bahari yang memiliki wilayah laut luas dengan ribuan pulau besar dan kecil yang tersebar didalamnya, maka derajat keberhasilan bangsa banyak ditentukan dalam pemanfaatan dan pengelolaan potensi wilayah laut yang luas tersebut.
Terumbu karang adalah adalah salah satu dari potensi itu. Indonesia merupakan salah satu Negara terpenting di dunia sebagai penyimpan keanekaeagaman hayati laut tertinggi. Di Indonesia terdapat 2,500 spesies of molluska, 2,000 spesies krustasea, 6 spesies penyu laut, 30 mamalia laut, dan lebih dari 2,500 spesies ikan laut.
Luas ekosistem terumbu karang Indonesia diperkirakan mencapai 75.000 km2 yaitu sekitar 12 sampai 15 persen dari luas terumbu karang dunia. Dengan ditemukannya 362 spesies scleractinia (karang batu) yang termasuk dalam 76 genera, Indonesia merupakan episenter dari sebaran karang batu dunia.
Ekosistim terumbu karang merupakan tempat tinggal 32 jenis ikan dari 132 jenis lainnya yang menjadi komoditi ekspor.Potensi terumbu karang yang sehat dapat memproduksi 3 - 10 ton ikan per kilometer per segi pertahun.
Kekayaan sumberdaya laut tersebut menimbulkan daya tarik bagi berbagai pihak untuk memanfaatkan sumberdayanya dan berbagai instansi turut meregulasi pemanfaatannya. Kekayaan sumberdaya laut selanjutnya mulai terganggu. Sejak tahun 1990-an, fenomena degradasinya semakin berkembang dan meluas.
Laporan Reef at Risk (2002) menempatkan Indonesia sebagai salah satu negara dengan status terumbu karang paling terancam. Selama 50 tahun terakhir, proporsi penurunan kondisi terumbu karang Indonesia meningkat dari 10% menjadi 50%. Lebih lanjut, hasil survey P2O LIPI (2006) menyebutkan hanya 5,23% terumbu karang di Indonesia yang berada di dalam kondisi yang baik.
Rusaknya ekosistem itu berimplikasi terhadap penurunan kualitas lingkungan untuk sumberdaya ikan serta erosi pantai. Sehingga terjadi kerusakan tempat pemijahan dan daerah asuhan ikan, berkurangnya populasi benur, nener, dan produktivitas tangkap udang.
Semua kerusakan tersebut adalah gejala yang terlihat dengan kasat mata dari hasil interaksi antara manusia dengan sumberdaya laut yang tidak memperhatikan kaidah-kaidah kelestarian dan daya dukung lingkungannya. Sehingga persoalan yang mendasar adalah mekanisme pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil tidak efektif untuk memberi kesempatan kepada sumberdaya hayati pesisir yang dimanfaatkan pulih kembali atau pemanfaatan sumberdaya non-hayati disubstitusi dengan sumberdaya alam lain dan mengeliminir faktor-faktor yang menyebabkan kerusakannya.
Perusak Terumbu Karang
Faktor ancaman utama terumbu karang adalah: bencana alam seperti tsunami ,Elnino, taupan atau gempa; faktor antropogenik (yang berasal dari ulah manusia) termasuk sedimentasi, pencemaran laut oleh limbah (domestik dan industri), akibat kegiatan manusia secara langsung seperti penggunaan bom dan obat beracun untuk menangkap ikan di terumbu karang, penambangan karang dan pemasangan bubu di terumbu karang; faktor biologi seperti adanya predator pemakan polip karang, (Acanthaster planci, Drupella), pathogenic desase (Hughes et al.1985) dan yang tidak kalah pentingnya dalam masalah pertumbuhan karang ini adalah adanya kompetisi ruang diantara biota bentos di terumbu karang (O.Naim et al.2000) dan Over fishing (L.L.Cho et al.2000).Overfishing menyebabkan berkurangnya jenis ikan herbivor yang dapat menimbulkan ledakan populasi makroalgae.
Pengrusakan terumbu karang tersebut khususnya yang disebabkan oleh aktivitas manusia, merupakan tindakan inkonstitusional alias melanggar hukum. Dalam UU 1945 pasal 33 ayat 3 dinyatakan, “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Pasal 33 ayat 3 ini merupakan landasarn yuridis dan sekaligus merupakan arah bagi pengaturan terhadap hal yang berkaitan dengan sumberdaya terumbu karang. Selain itu salah satu tujuan dari Strategi Konservasi Dunia 1980 adalah menetapkan terumbu karang sebagai sistem ekologi dan penyangga kehidupan yang penting untuk kelangsungan hidup manusia dan pembangunan berkelanjutan. Karena itu, terumbu karang di sebagai salah satu sumberdaya alam yang ada di Indonesia, pengelolaannya harus di dasarkan pada peraturan - peraturan,di antaranya:
UU RI No. 4/1982, tentang ketentuan-ketentuan pokok pengelolaan lingkungan hidup. UU RI No. 9/1985. Tentang perikanan,UU RI No. 5/1990 tentang konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistem,UU RI No. 9/1990 Tentang Kepariwisataan ,Peraturan pemerintah No. 29/1986 tentang analisa dampak lingkungan,Keputusan menteri kehutanan No. 687/Kpts.II/1989 tanggal 15 Nopember 1989 tentang pengusaha hutan wisata, Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Hutan Laut.
Surat edaran Menteri PPLH No. 408/MNPPLH/4/1979, tentang larangan pengambilan batu karang yang dapat merusak lingkungan ekosistem laut, ditujukan kepada Gubenur Kapala Daerah, Tingkat I di seluruh Indonesia.
COREMAP
Kebijakan umum pengelolaan terumbu karang di Indonesia adalah mengelola ekosistem terumbu karang berdasarkan kesimbangan antara pemanfaatan dan kelestarian yang dirancang dan dilaksanakan secara terpadu dan sinergis oleh pemerintah dan pemerintah daerah, masyarakat, swasta, perguruan tinggi, serta organisasi non pemerintah
Salah satu program itu disebut dengan Coral Reef Rehabilitation and Management Program (COREMAP), atau program rehabilitasi dan pengelolaan terumbu karang, jangka panjang yang diprakarsai oleh pemerintah Indonesia.Tujuannya untuk melindungi, merehabilitasi, dan mengelola pemanfaatan secara lestari terumbu karang serta ekosistem terkait di Indonesia, yang pada gilirannya akan menunjang kesejahteraan masyarakat pesisir.
COREMAP terdiri dari tiga tahap yakni , tahap I, Tahap Inisiasi (1998 – 2001): untuk menetapkan landasan kerangka kerja sistem nasional terumbu karang;tahap II, Tahap Akselerasi (2001 – 2007): untuk menetapkan sistem pengelolaan terumbu karang yang andal di daerah-daerah prioritas; tahap III, Tahap Pelembagaan (2007 – 2013): untuk menetapkan sistem pengelolaan terumbu karang yang andal dan operasional, dengan pelaksanaan terdesentralisasi, dan telah melembaga.
Setelah dimulai, kemudian terjadi perubahan besar dalam tata pemerintahan di Indonesia, pemerintahan yang sebelumnya mempunyai kewenangan yang sangat sentralistik menjadi terdesentralisasi. Sebagai akibatnya, implementasi program juga harus disesuaikan, dengan perubahan pentahapan sebagai berikut: tahap I, Tahap Inisiasi (1998 – 2004); tahap II , Tahap Desentralisasi dan Akselerasi (2004 – 2009) ,tahap III, Tahap Pelembagaan (2010 – 2015).
Lembaga Pelaksana (Executing Agency) untuk COREMAP Tahap I adalah Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Dengan didirikannya departemen baru Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) tahun 1999, lembaga pelaksana untuk COREMAP Tahap II dialihkan ke departemen yang baru ini.
Meskipun demikian, LIPI tetap merupakan bagian dari program ini, yang kegiatannya lebih difokuskan pada bidang informasi ilmiah dan pelatihan atau Coral Reef Information and Trainng Centre ( CRITC) serta pendidikan.Dalam implementasi program, lembaga pelaksana bekerjasama erat dengan lembaga-lembaga pemerintah terkait, baik di pusat maupun di daerah. Kerjasama dengan LSM dan masyarakat lokal juga dikembangkan.
Kabupaten yang akan terlibat dalam kegiatan COREMAP Tahap II yang didanai oleh World Bank (WB) adalah Selayar (Sulawesi Selatan), Pangkajene (Sulawesi Selatan), Buton (Sulawesi Tenggara), Sikka (Nusa Tenggara Timur), Biak (Papua), dan Raja Ampat (Papua).
Dalam perkembangan kemudian, dalam kaitan dengan pemekaran wilayah, Kabupaten Buton berkembang menjadi kabupaten Buton dan Wakatobi.Kabupaten yang didanai oleh Asian Development Bank (ADB) adalah: Kota Batam (Kepulauan Riau), Bintan (Kepulauan Riau), Natuna (Riau), Nias Selatan (Sumatra Utara), Tapanuli Tengah (Sumatra Utara) dan Mentawai (Sumatra Barat).
Program Coremap II
Studi data dasar aspek sosial terumbu karang COREMAP Tahap II ini dilakukan di Teluk Sawo, kecamatan Tuhemberua, Kabupaten Nias. Terdapat dua desa yang dikunjungi, yaitu desa Sawo dan Lasara Sawo. Sementara di Kabupaten Tapanuli Tengah diadakan di Desa Kedai Gadang dan Desa Jago-Jago , Kecamatan Badiri.
Dari berbagai penyebab kerusakan terumbu karang ini, dua aktivitas yang dirasakan paling merusak adalah penambangan karang dan penggunaan bom. Penambang karang melibatkan penduduk khususnya di Desa Sawo, tetapi penggunannya adalah sebagian besar penduduk setempat untuk keperluan bahan bangunan. Selain itu dimanfaatkan untuk bangunan-bangunan kepentingan pemerintah maupun masyarakat. Selain itu, jalan-jalan desa juga menggunakan batu karang sebagai bahan dasarnya. Sedangkan bom ikan dilakukan oleh nelayan yang berasal dari Sibolga.
Pada dasarnya penduduk mempunyai pengetahuan tentang fungsi-fungsi terumbu karang, aturan pelarangan dan apa yang harus dilakukan untuk mencegahnya. Tetapi dalam kasus tertentu, seperti penambangan karang mereka mendapat kesulitan alternatif untuk bahan bangunan. Sedangkan untuk kasus-kasus pemboman diharapkan pemerintah melalui aparat pengamanlah harus menegakkan hukum yang benar.
Program
Pemahaman masyarakat mengenai program COREMAP lumayan baik, minimal pernah mendengar kata COREMAP, walau pemahaman tentang tujuannya berbeda-beda.Artinya program sosialisasi yang dilakukan mengenai langkah-langkah yang akan dilakukan oleh COREMAP kelak tidak menimbulkan persoalan baru. Khususnya dengan keterlibatan Kelompok masyarakat (Pokmas), yang nota bene belum memiliki pemahaman melebihi warga.
Misalnya,sebagian besar masyarakat nelayan pernah mendengar adanya pelarangan penggunaan alat tangkap yang merusak dan pelarangan pengambilan batu karang. Namun, masih banyak diantara mereka tidak mengerti bahwa pelanggaran terhadap pelarangan tersebut ada sanksinya namun terlihat sebaliknya.Akibatnya pelanggaran di perairan tersebut tetap saja terjadi.
Dampak serupa juga terjadi di Desa Kadai Gadang.Menurut nelayan tidak adanya sanksi membuat penurunan kondisi terumbu karang terjadi besar – besaran terutama setelah tahun 1970an. Sebelumnya, terumbu karang di sekitar perairan Barus tergolong bagus.Karang Raja Uda yang terletak sekitar 4 km dari pemukiman penduduk misalnya, kondisi paling bagus dan dapat dilihat dari permukaan laut.Nelayan dan keluarganya sering berpiknik ke pulau kecil tersebut menikmati keindahannya. Sekarang, kondisinya rusak dan di perairan Barus banyak ditemukan karang-karang mati.
Untuk perbaikan ke depan rasanya masyarakat nelayan perlu dimotivasi agar mengubah perilaku yang merusak sumber daya laut dengan memberikan bimbingan dan penyuluhan tentang pentingan kelestarian terumbu karang.
Sosialisasi peraturan dan sanksi terhadap pelanggaran pengelolaan sumber daya laut sebesar-besarnya memanfaatkan media yang ada di masyarakat, antara lain televisi, radio, dan dialog antara pemerintah setempat dengan masyarakat melalui kelompok-kelompok nelayan.
Hal yang tak kalah pentingnya, penegakan hukum dengan meningkatkan peran serta semua aparat keamanan perairan dan sumber daya laut, antara lain Angkatan Laut, Dinas Kelautan dan Perikanan, Polisi Air, dan aparat desa setempat.Penyusunan peraturan adat untuk pengelolaan dan pelestarian sumber daya laut bagi desa-desa yang belum memiliki peraturan adat juga cukup efektif.Seperti di Desa Jago-Jago, Desa Sawo,Kadai Gadang dan Sitadas pernah mengenal ritual jamu laut yang dapat dibangkitkan lagi .Untuk melakukan semua itu, tentunya diperlukan peran serta masyarakat dan lembaga swadaya masyarakat.Pemberdayaan lembaga masyarakat (antara lain Pokmas) untuk menyosialisaikan pentingnya pelestarian terumbu karang dipandang cukup penting.
Penggunaan teknologi yang lebih maju untuk meningkatkan pendapatan nelayan juga langkah yang cukup maju.Mewujudkan semua ini, tentunya diperlukan peran serta lembaga keuangan dan pemerintah daerah untuk memberikan pinjaman lunak kepada para nelayan.Pembentukan lembaga ekonomi dalam bentuk koperasi untuk meningkatkan kesejahteraan bersama salah satu alternatif terbaik. (Posted 5th January 2009)
BalasHapusSaya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.
Nama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.
Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.
Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.
Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut