Awal
terbentuknya “kabinet Amri Tambunan – Yusuf Sembiring (alm)” di Pemkab
Deliserdang , putra terbaik di sekitara Delitua terbilang banyak
menempati posisi eksekutif dan legislative.Disamping Yusuf Sembiring ada
Elia Tarigan, Sabar Bangun, ,Sabar Ginting ,Hormat Tarigan , Naek
Tarigan (alm sempat jadi Ketua DPRD Deliserdang ) dan Ricky Nelson
Barus.
Mencuat harapan warga atas kepada putra – putra pilihan itu, hal ini dibuktikan melalui pemilihan angggota legislative yang menempatkan nama – nama itu di benak warga.Meski aba – aba ketidakbenaran janji kampanye menerawang pada warga sekitarnya , namun harapan minimal tetap disampaikan.
“Janji kampanye sudah lagu wajib tak bakal terpenuhi.Tetapi kalaulah tiga Delitua ( pasar tradisional Delitua – red }ini dapat dibenahi seperti daerah lain , hal itu sebuah mujizat , “ ujar seorang pedagang buah.
Kini (Oktober tahun 2008 ) masa bakti putra – putra terbaik yang diharapkan mampu memperjuangkan harapan warga bakal habis.Seperti biasanya , bakal ada pengulangan janji menjelang pemilihan , apakah itu pada Pilkada Bupati , DPR,DPRD atau DPD.Diyakini saat itu bakal banyak yang perduli dengan Tiga Delitua.Faktanya , kawasan itu tetap pasar paling semrawut se-Deliserdang.Inikah keperdulian itu ?
-----------
Beberapa bulan lalu sekira 9 rumah toko dilalap si jago merah di pusat kota kecil ini.Namun aktifitas warga tidak berkurang dalam kondisi tahun lalu , sempit ,kumuh dan macet.Hari Kamis itu, kesibukan di kota kecil Delitua sangat berarti.Maklum ketika itu merupakan hari pekanan, sehingga sebutan “Tiga Delitua” berkembang sampai kini.Dalam bahasa Karo “tiga “ berarti pekan.
Seorang ibu sibuk mematut sayur – mayor dagangannya.Hasil bumi yang baru saja diboyong dari desa tersebut mesti dijadikan uang demi kebutuhan hidup sehari – hari.Apalagi sebentar lagi si Ucok anaknya masuk sekolah, tentu perlu dana.Tak perduli apakah lokasi dagangannya sangat dekat dengan badan jalan atau bersebelahan dengan kekumuhan arealnya.
Semuanya berjalan normal sejak puluhan tahun silam. Seakan menjadi tradisi tanpa masalah disana,kecuali pendatang yang melintasi kawasan ini.Minimal setengah jam,waktu yang diperlukan melintasi daerah macet tersebut.
Kondisi ini mestinya berangsur berganti pencerahan.Alasannya, tokoh – tokoh eksekutif dan legislative Deliserdang muncul di seputaran daerah ini. Tetapi tak perlu banyak berharap , cukup kondisi ini dijadikan kado HUT Deliserdang tahun 2008.
Pasar (pajak) tradisional tampaknya masih menjadi daya tarik tersendiri dari Pemkab Deliserdang dalam hal pendapatan asli daerah (PAD).Hal ini dapat dilihat dari masih dipertahankannya system restribusi terhadap pedagang yang ada di sejumlah kawasan,khususnya ibukota kecamatan.Sebaliknya penataan lingkungan sentra perekonomian rakyat ini masih sangat minim dari kucuran dana pembangunan.Tengok saja kawasan Delitua.
Ibukota kecamatan Delitua, posisinya selalu dikaitkan dengan kota satelitnya Medan.Jarak tempuh sekira limabelas menit dari Kota Medan merupakan potensi yang memikat bagi kegiatan perekonomian.Posisi strategis yang dimiliki juga didukung kawasan penyangga dari Kecamatan Biru-biru,Patumbak,Talunkenas,Tigajuhar dan Namorambe.Seluruhnya memilih kota Deitua sebagai sumber motivasi geliat ekonomi masyarakat.
Potensi tersebut menjadikan kota kecil ini sarat dengan beban.Kecuali pedagang dari beragam latar belakang sebagai penghuni rutin ,sektor lain juga bergairah.Misalnya sektor jasa,transportasi serta lapangan kerja.Tidak heran kalau setiap hari pemandangan seputar kesibukan semua komponen ini tampil ke depan seakan bersinggungan satu dengan lainnya.
Sejak dinihari geliat perekonomian masyarakat dimulai disini.Petani memboyong hasil sawah dan ladangnya untuk ditawarkan kepada pedagang perantara.Sepanjang satu kilometer pusat kota kecil ini dipenuhi aktifitas tawar menawar.Seakan tidak berbeda dengan pusat pasar di kota Medan,semuanya berlangsung dalam kesehariannya.
Selama 24 jam Delitua hidup dari kegiatan tanpa henti.Siang hari daerah penyangga tadi hilir mudik mendapatkan keperluan sembilan bahan pokok (Sembako) atau melakukan transaksi jual beli.Pasar (pajak) yang tadinya digunakan menampung proses itu tidak mampu memenuhi praktik kesibukan masyarakat.Badan jalan sebagai alternatif termudah dan termudah menjadi sasaran utama melakukan kegitan.
Tidak heran kalau disebutkan problem lanjutan juga bermula dari aktifitas yang meluber tersebut.Lahan yang sempit ditambah peningkatan jumlah aktifitas masyarakat menumpuk jadi satu sekaligus memunculkan problem baru pula.Jalanan menjadi sesak dan sukar dilintasi,alat transportasi dari kawasan penyangga terganggu dalam gerakan, demikian juga transportasi jarang pendek melengkapi kesumpekan.
Kondisinya tetap bertahan bersama meningkatny keperluan hidup masyarakat.Kondisi yang bias disebut jauh dari sentuhan modernisasi itu seakan dinikmati bebarengan dengan tuntutan hidup.Pedagang yang ingin mendapatkan keuntungan dagangannya melakukan apa saja yang dianggap menguntungkan termasuk menempati badan jalan.
Ini sangat dimaklumkan, sebab pembenahan saran perdagangan kian hari kian tidak terjamah pembangunan.Dapat juga dimaklumi bila dikaitkan dengan keuangan negara yang masih morat – marit yang tentunya menetapkan skala prioritas pembangunan sarana perekonomian rakyat ini.Semuanya menyatu dalam keseharian mengiringi status Delitua, yang “tua” dalam penantian pembangunan.
Sentra Perdagangan
Sentra perdagangan Delitua berada pada dua kelurahan, masing – masing Kelurahan Delitua Barat dan Timur.Asset kedua kelurahan itu selama ini modal dasar kesibukan perekonomian rakyat disana.Awalnya memiliki sistematika yang terjaga dan rapi.Seiring dengan populasi pertambahan pedagang dan segala kesibukannya serta merta berubah drastis.
Pasar (pajak) yang berada di Kelurahan Delitua Barat misalnya.Lods yang ada 3 unit bagunan seluas 2.100 meter,kios 40 unit berada pada lahan seluas 800 meter dengan ruang terbuka sekira 4.000 meter.Sarana bangunan relatif baik dengan kondisi rehab dan permanen.
Kelurahan Delitua Timur diisi 2 unit bangunan lods diatas lahan seluas 1.000 meter,kios 49 unit dengan dukungan lahan sekira 980 meter dan ruang terbuka 700 meter.Kondisi bangunan rusak dan rawan gangguan bencana.
Modal dasar ini tidak mampu lagi memenuhi kemajuan perekonomian rakyat.Problem tersebut diperparah lagi dengan ancaman perubahan kebijakan kepemilikan lahan.Khusus dikaitkan dengan lahan milik Eks Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA) yang kini berganti dengan PT Kereta Api Indonesia (PT KAI).
Setidaknya proses tambahan bakal muncul manakala PT KAI ingin melakukan aktifitasnya kelak.Melihat kondisi yang lamban berkembang ini,pemodal kuat melakukan pengembangan kawasan perdagangan ke bagian lain kota kecil ini.Contohnya pembangunan besar – besaran rumah tokok yang dekat dengan kawasan baru di seputaran kantor Koramil sampai ke lingkungan masjid.
Pembangunannya sekarang cukup pesat.Sebagian yang sudah ditempati melakukan aktifitas perekonomian berupa sentra perdagangan otomotif,sekolah,pendidikan luar sekolah (BT-BTS BIMA),kursus komputer, bank serta swalayan.Alternatif ini menggairahkan kehidupan perekonomian rakyat.Meski demikian,dominan masyarakat pedagang bermodal lemah masih belum merasakan adanya pencerahan.
Kawasan primadona di pusat kota tetap saja incaran utama.Alasannya,kota ini berawal di seputar itu melalui praktik jual – beli setiap ”Tiga’ ( pekan ) yang ditetapkan pada hari Kamis.Ciri khas ini membuat Delitua tersohor kemana – mana sebagai penyedia komoditas pertanian,peternakan dan perkebunan.
“Tiga Delitua” sebutan yang kondang kemana – mana dari masyarakat tradisional sebelumnya.Kota ini dibuka tokoh masyarakat Karo yang kala itu bersikap dinamis terhadap masyarakat lainnya mulai dari Tionghoa,Jawa,Tapanuli atau keturunan India.Semua melebur diri dengan komunitas baru saling menghargai,mendukung dan saling menghormati.Historis ini dibuktikan pula dengan gagahnya berdiri masjid,kelenteng dan gereja di sekitar kota tersebut.
Pembenahan
Pembenahan tata kota,alterntif yang semestinya ditempuh demi perubahan wajah kota Delitua.Alasannya kota ini bakal berkembang menjadi sentra utama perdagangan alternatif di luar Medan.
Sekarang yang ditempuh dalam penataan kota dengan koordinasi sesama elemen agar mendapatkan solusi terbaik.Salah satunya adalah pembinaan pedagang serta pemilihan jalur lintas alternatif.Gunanya demi kenyamanan masyarakat mendapatkan pelayanan perdagangan.
Pantauan setiap hari Kamis,menunjukkan adanya volumen peningkatan perdagangan.Daya tarik pasar (pajak) Delitua sangat potensial mendukung aktifitas kehidupan, sehingga pedagang yang datang berfluktuasi setiap minggu.Hal itu juga berkaitan dengan kondisi lapangan yang terbatas dalam daya tampung.
Delitua makin berkembang pesat.Daya tarik perdagangannya salah satu potensi membuat volume peningkatannya berfluktuasi.Lebih dari itu masyarakatnya bakal menikmati kemajuan kesejahteraan yang berarti pula.
Kemarin , diumumkan pengerjaan rencana tata ruang kota ini dengan anggaran yang sangat minim.Uga ninta ?. (Oktober 2008 ) (Posted 3rd October 2008)
Mencuat harapan warga atas kepada putra – putra pilihan itu, hal ini dibuktikan melalui pemilihan angggota legislative yang menempatkan nama – nama itu di benak warga.Meski aba – aba ketidakbenaran janji kampanye menerawang pada warga sekitarnya , namun harapan minimal tetap disampaikan.
“Janji kampanye sudah lagu wajib tak bakal terpenuhi.Tetapi kalaulah tiga Delitua ( pasar tradisional Delitua – red }ini dapat dibenahi seperti daerah lain , hal itu sebuah mujizat , “ ujar seorang pedagang buah.
Kini (Oktober tahun 2008 ) masa bakti putra – putra terbaik yang diharapkan mampu memperjuangkan harapan warga bakal habis.Seperti biasanya , bakal ada pengulangan janji menjelang pemilihan , apakah itu pada Pilkada Bupati , DPR,DPRD atau DPD.Diyakini saat itu bakal banyak yang perduli dengan Tiga Delitua.Faktanya , kawasan itu tetap pasar paling semrawut se-Deliserdang.Inikah keperdulian itu ?
-----------
Beberapa bulan lalu sekira 9 rumah toko dilalap si jago merah di pusat kota kecil ini.Namun aktifitas warga tidak berkurang dalam kondisi tahun lalu , sempit ,kumuh dan macet.Hari Kamis itu, kesibukan di kota kecil Delitua sangat berarti.Maklum ketika itu merupakan hari pekanan, sehingga sebutan “Tiga Delitua” berkembang sampai kini.Dalam bahasa Karo “tiga “ berarti pekan.
Seorang ibu sibuk mematut sayur – mayor dagangannya.Hasil bumi yang baru saja diboyong dari desa tersebut mesti dijadikan uang demi kebutuhan hidup sehari – hari.Apalagi sebentar lagi si Ucok anaknya masuk sekolah, tentu perlu dana.Tak perduli apakah lokasi dagangannya sangat dekat dengan badan jalan atau bersebelahan dengan kekumuhan arealnya.
Semuanya berjalan normal sejak puluhan tahun silam. Seakan menjadi tradisi tanpa masalah disana,kecuali pendatang yang melintasi kawasan ini.Minimal setengah jam,waktu yang diperlukan melintasi daerah macet tersebut.
Kondisi ini mestinya berangsur berganti pencerahan.Alasannya, tokoh – tokoh eksekutif dan legislative Deliserdang muncul di seputaran daerah ini. Tetapi tak perlu banyak berharap , cukup kondisi ini dijadikan kado HUT Deliserdang tahun 2008.
Pasar (pajak) tradisional tampaknya masih menjadi daya tarik tersendiri dari Pemkab Deliserdang dalam hal pendapatan asli daerah (PAD).Hal ini dapat dilihat dari masih dipertahankannya system restribusi terhadap pedagang yang ada di sejumlah kawasan,khususnya ibukota kecamatan.Sebaliknya penataan lingkungan sentra perekonomian rakyat ini masih sangat minim dari kucuran dana pembangunan.Tengok saja kawasan Delitua.
Ibukota kecamatan Delitua, posisinya selalu dikaitkan dengan kota satelitnya Medan.Jarak tempuh sekira limabelas menit dari Kota Medan merupakan potensi yang memikat bagi kegiatan perekonomian.Posisi strategis yang dimiliki juga didukung kawasan penyangga dari Kecamatan Biru-biru,Patumbak,Talunkenas,Tigajuhar dan Namorambe.Seluruhnya memilih kota Deitua sebagai sumber motivasi geliat ekonomi masyarakat.
Potensi tersebut menjadikan kota kecil ini sarat dengan beban.Kecuali pedagang dari beragam latar belakang sebagai penghuni rutin ,sektor lain juga bergairah.Misalnya sektor jasa,transportasi serta lapangan kerja.Tidak heran kalau setiap hari pemandangan seputar kesibukan semua komponen ini tampil ke depan seakan bersinggungan satu dengan lainnya.
Sejak dinihari geliat perekonomian masyarakat dimulai disini.Petani memboyong hasil sawah dan ladangnya untuk ditawarkan kepada pedagang perantara.Sepanjang satu kilometer pusat kota kecil ini dipenuhi aktifitas tawar menawar.Seakan tidak berbeda dengan pusat pasar di kota Medan,semuanya berlangsung dalam kesehariannya.
Selama 24 jam Delitua hidup dari kegiatan tanpa henti.Siang hari daerah penyangga tadi hilir mudik mendapatkan keperluan sembilan bahan pokok (Sembako) atau melakukan transaksi jual beli.Pasar (pajak) yang tadinya digunakan menampung proses itu tidak mampu memenuhi praktik kesibukan masyarakat.Badan jalan sebagai alternatif termudah dan termudah menjadi sasaran utama melakukan kegitan.
Tidak heran kalau disebutkan problem lanjutan juga bermula dari aktifitas yang meluber tersebut.Lahan yang sempit ditambah peningkatan jumlah aktifitas masyarakat menumpuk jadi satu sekaligus memunculkan problem baru pula.Jalanan menjadi sesak dan sukar dilintasi,alat transportasi dari kawasan penyangga terganggu dalam gerakan, demikian juga transportasi jarang pendek melengkapi kesumpekan.
Kondisinya tetap bertahan bersama meningkatny keperluan hidup masyarakat.Kondisi yang bias disebut jauh dari sentuhan modernisasi itu seakan dinikmati bebarengan dengan tuntutan hidup.Pedagang yang ingin mendapatkan keuntungan dagangannya melakukan apa saja yang dianggap menguntungkan termasuk menempati badan jalan.
Ini sangat dimaklumkan, sebab pembenahan saran perdagangan kian hari kian tidak terjamah pembangunan.Dapat juga dimaklumi bila dikaitkan dengan keuangan negara yang masih morat – marit yang tentunya menetapkan skala prioritas pembangunan sarana perekonomian rakyat ini.Semuanya menyatu dalam keseharian mengiringi status Delitua, yang “tua” dalam penantian pembangunan.
Sentra Perdagangan
Sentra perdagangan Delitua berada pada dua kelurahan, masing – masing Kelurahan Delitua Barat dan Timur.Asset kedua kelurahan itu selama ini modal dasar kesibukan perekonomian rakyat disana.Awalnya memiliki sistematika yang terjaga dan rapi.Seiring dengan populasi pertambahan pedagang dan segala kesibukannya serta merta berubah drastis.
Pasar (pajak) yang berada di Kelurahan Delitua Barat misalnya.Lods yang ada 3 unit bagunan seluas 2.100 meter,kios 40 unit berada pada lahan seluas 800 meter dengan ruang terbuka sekira 4.000 meter.Sarana bangunan relatif baik dengan kondisi rehab dan permanen.
Kelurahan Delitua Timur diisi 2 unit bangunan lods diatas lahan seluas 1.000 meter,kios 49 unit dengan dukungan lahan sekira 980 meter dan ruang terbuka 700 meter.Kondisi bangunan rusak dan rawan gangguan bencana.
Modal dasar ini tidak mampu lagi memenuhi kemajuan perekonomian rakyat.Problem tersebut diperparah lagi dengan ancaman perubahan kebijakan kepemilikan lahan.Khusus dikaitkan dengan lahan milik Eks Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA) yang kini berganti dengan PT Kereta Api Indonesia (PT KAI).
Setidaknya proses tambahan bakal muncul manakala PT KAI ingin melakukan aktifitasnya kelak.Melihat kondisi yang lamban berkembang ini,pemodal kuat melakukan pengembangan kawasan perdagangan ke bagian lain kota kecil ini.Contohnya pembangunan besar – besaran rumah tokok yang dekat dengan kawasan baru di seputaran kantor Koramil sampai ke lingkungan masjid.
Pembangunannya sekarang cukup pesat.Sebagian yang sudah ditempati melakukan aktifitas perekonomian berupa sentra perdagangan otomotif,sekolah,pendidikan luar sekolah (BT-BTS BIMA),kursus komputer, bank serta swalayan.Alternatif ini menggairahkan kehidupan perekonomian rakyat.Meski demikian,dominan masyarakat pedagang bermodal lemah masih belum merasakan adanya pencerahan.
Kawasan primadona di pusat kota tetap saja incaran utama.Alasannya,kota ini berawal di seputar itu melalui praktik jual – beli setiap ”Tiga’ ( pekan ) yang ditetapkan pada hari Kamis.Ciri khas ini membuat Delitua tersohor kemana – mana sebagai penyedia komoditas pertanian,peternakan dan perkebunan.
“Tiga Delitua” sebutan yang kondang kemana – mana dari masyarakat tradisional sebelumnya.Kota ini dibuka tokoh masyarakat Karo yang kala itu bersikap dinamis terhadap masyarakat lainnya mulai dari Tionghoa,Jawa,Tapanuli atau keturunan India.Semua melebur diri dengan komunitas baru saling menghargai,mendukung dan saling menghormati.Historis ini dibuktikan pula dengan gagahnya berdiri masjid,kelenteng dan gereja di sekitar kota tersebut.
Pembenahan
Pembenahan tata kota,alterntif yang semestinya ditempuh demi perubahan wajah kota Delitua.Alasannya kota ini bakal berkembang menjadi sentra utama perdagangan alternatif di luar Medan.
Sekarang yang ditempuh dalam penataan kota dengan koordinasi sesama elemen agar mendapatkan solusi terbaik.Salah satunya adalah pembinaan pedagang serta pemilihan jalur lintas alternatif.Gunanya demi kenyamanan masyarakat mendapatkan pelayanan perdagangan.
Pantauan setiap hari Kamis,menunjukkan adanya volumen peningkatan perdagangan.Daya tarik pasar (pajak) Delitua sangat potensial mendukung aktifitas kehidupan, sehingga pedagang yang datang berfluktuasi setiap minggu.Hal itu juga berkaitan dengan kondisi lapangan yang terbatas dalam daya tampung.
Delitua makin berkembang pesat.Daya tarik perdagangannya salah satu potensi membuat volume peningkatannya berfluktuasi.Lebih dari itu masyarakatnya bakal menikmati kemajuan kesejahteraan yang berarti pula.
Kemarin , diumumkan pengerjaan rencana tata ruang kota ini dengan anggaran yang sangat minim.Uga ninta ?. (Oktober 2008 ) (Posted 3rd October 2008)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar