Judul Buku : Kisah Karo Tempo Dulu
Penulis : Joey Bangun
Penulis : Joey Bangun
Penerbit : Aron Entertainment Pustaka
Cetakan : I, Mei 2006
Tebal : 138 halaman
''Bang,
maaf aku aku harus memberitahukan ini , aku tidak bisa kembali lagi ke
Hindia Belanda karena keadaan negeri kita kacau balau sejak kedatangan
Jepang.Sementara suasana di Belanda juga bertambah kacau sejak NAZI
menguasai Eropa.Bang, sekali lagi aku minta maaf, aku telah melanggar
janji kita.Aku telah menikah dengan Andy van Der Wijk di Rotterdam.Aku
sedang mengandung anaknya.Dan aku berharap abang bisa melupakan
aku.Semoga abang bisa mendapatkan jodoh dan hidup yang layak
disana.Bujur "Rasta “
Tidak
banyak ditemukan buku yang berisikan tulisan berlatar fakta sejarah dan
dibungkus dengan kisah asmara.Hal itu hanya dapat dilakukan apabila
penulisnya memulai dengan survey intensif dan kreatif.Sebab, masing –
masing sisi memiliki kepentingan yang sulit dipertemukan. Inilah yang
dilakukan penulis buku “Kisah Karo Tempo Dulu” ( kumpulan cerita pendek)
Joey Bangun.Ia menyebut gaya yang ditampilkannya adalah dramatic
imagination ( imajinasi dramatik ). Sebagai orang teater, sangat tegas
dramatic ending diangsurkannnya dalam setiap cerita.Bahwa sesekali
nyaris mengundang pertanyaan karena sangat kental dengan nilai
heroisme.Dengan tegas Joey Bangun memohonkan kemakluman semua
pihak.Salah satu alasannya melakukan hal ini adalah , dengan gaya
tersebut sangat dimungkinkan generasi muda terpikat dengan sejarah Karo
tempo doeloe. Buku ini berisikan 12 cerita pendek dengan suasana yang
berbeda – beda.Menyimak isi buku ini hampir mirip ketika kita
menyaksikan sinetron “Angling Dharma” atau cerita rakyat lainnya yang
dilumuri kisah cinta , perjuangan dan sejarah.Racikan yang halus,
sederhana serta bersahaja menguatkan buku ini sehingga mengaburkan
perbedaan antara fakta dan fiksi.. Misalnya “ Belobat” (hal-2).Bisa jadi
sejarah asli yang dikumpulkan di seputaran Nederlandsche Zending
Genootshap (NZG) di Kabanjahe kira – kira tahun 1942.Tersebutlah
perempuan cantik asal Desa Beganding Kecamatan Simpang Empat Tanah Karo
bernama Rasta beru Sembiring Gurukinayan yang terpaut kasih dengan Nuah
Sitepu. Kedua sejoli yang memadu janji menuju bahtera rumah tangga
diretas kondisi kehidupan sekelilingnya.Saat itu Rasta beru Sembiring
Gurukinayan mengabdi sebagai perawat sukarela di rumah sakit NZG.Lembaga
missionaris Belanda ini menyentuh banyak sendi kehidupan warga Karo
ketika itu, termasuk pendidikan.Disela-sela pengabdian itulah
problematika cinta dimulai. Andy van Der Wijk salah seorang pimpinan
rumah sakit yang berstatus lajang menugaskan Rasta beru Sembiring
Gurukinayan ke Bandung.Nuah Sitepu tak mampu menahan keberangkatan
jantung hatinya.Apalagi ia berjanji akan kembali hanya untuk Nuah
Sitepu. Kisah dengan bumbu perang Jepang, Belanda dan Nazi ini
mengakhiri cita – cita kedua insan .Selembar surat yang dikirimkan Rasta
beru Sembiring Gurukinayan sebagai dramatic ending yang dimaksudkan
tadi.Penulis tidak menyianyiakan fakta sejarah yang ada di berbagai
belahan bumi Nusantara khususnya yang berkaitan dengan etnis Karo.Meski
sekelumit semisal soal “Perlanja Sira” alias pemikul garam (hal 11 ) ,
penulis tetap mengimprovisasikannya dengan kisah perjuangan mereka dalam
posisi yang strategis melawan Belanda.Gaya ini yang menjadi pemikat
untuk menikmati buku tersebut terutama yang ingin mengetahui sejarah
masa lalu warga Karo.Bahkan di dalam “Musuh Berngi” (hal 53) semakin
terkuak ke permukaan, betapa “Musuh Berngi” itu ibarat virus mematikan
bagi Belanda.Laskar – laskar Karo dan Melayu yang disebut Simbisa
bergandengan tangan melakukan perang gerilya membakar bangsal tembakau
milik kolonial.“Musuh Berngi” sebagai taktik perang gerilya membuat
Belanda panik.Balasan atas sikap warga Karo dan Melayu ini mendatangkan
217 serdadu Belanda tanggal 15 Mei 1872 dipimpin Kapten W Korps. Buku
ini adalah kumpulan cerita pendek Joy Bangun dari berbagai media di
Jakarta dan Medan.Satu diantara cerita pendeknya betajuk “ Gertak Lau
Biang” telah dipentaskan dalam bentuk drama monolog sepanjang 36 jam
non-stop.Pertunjukan dengan multibahasa tersebut meraih penghargaan dari
Museum Rekor Indonesia ( MURI) tanggal 3 Mei 2006 di Bandung. Jangan
lupakan sejarah.Ini ajakan pendahulu yang belakangan sulit diaplikasikan
berhubung banyaknya tuntutnan lain.Lewat buku ini Joey Bangun ingin
menawarkan cara termudah menikmati sejarah yang tidak memuakkan namun
mengasyikkan.(Posted 4th March 2009)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar