Namun, lanjutnya, dalam prosesnya sering terjadi penyimpangan,
disebabkan banyaknya undang-undang yang dikeluarkan Pemerintah, yang
dapat dihubungkan dengan masalah pidana seperti pasal 335 KUHP
(Perbuatan tidak menyenangkan) dan pasal 170 KUHP (Pelaku kekerasan
terhadap orang lain dan barang).
Dikatakannya, upaya-upaya yang dapat dilakukan jika terjadi
penyerobotan lahan, yakni memberikan sanksi tegas kepada pihak luar
(investor/pengusaha) yang melanggar hukum adat, juga dengan melakukan
negosiasi kesepakatan, reklaiming serta dan demonstrasi serta gugatan
melalui pengadilan.
Diakuinya, banyak masyarakat adat menjadi korban pihak luar, yaitu
Investor maupun pihak Pemerintah, akibat ketidaksanggupan mereka dalam
memenuhi tuntutan warga, sehingga para pengusaha itu sering membawa
suatu permasalahan menjadi tindak pidana.
“Kriminalisasi terhadap masyarakat adat yang menuntut hak mereka sering dikalahkan oleh pihak Pengadilan,” katanya.
Sementara itu, Asisten Pemerintahan Kabupaten Samosir, Ombang Siboro
menyebutkan, untuk menyikapi banyaknya permasalahan tanah yang
berimplikasi hukum di wilayah itu, pihaknya telah melaksanakan
penyuluhan hukum bagi masyarakat dan PNS pada Senin (19/11) di Aula
Kantor Camat Sianjur Mula-mula.
Menurut dia, salah satu cara untuk mempertahankan tanah adat di
Kabupaten berpenduduk 119.653 jiwa yang terletak di bagian tengah
provinsi Sumatera Utara itu, yakni harus lebih dahulu menghidupkan
fungsi tokoh masyarakat yang sosoknya sudah teruji serta mendapat
pengakuan, sehingga dalam mengambil suatu keputusan dapat bertindak
tegas. (a)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar