Manggadong (makan umbi-umbian
sebelum makan nasi) yang telah menjadi tradisi leluhur dan sebagai kearifan
lokal masyarakat Tapanuli, ke depan dinilai perlu lebih dikembangkan menjadi
budaya nasional agar masyarakat tidak hanya tergantung pada nasi saja.
“Manggadong perlu dikembangkan
lagi, tidak hanya makan umbi-umbian saja terutama ubi jalar, tetapi kemudian
perlu diperkaya dengan makan ubi kayu, talas, jagung, pisang dan lainnya
sebelum mengkonsumsi nasi,” kata Guru Besar Fisipol Universitas Gadjah Mada (UGM)
Prof Tadjuddin Noer Effendi di Medan Kamis.
Menurut dia, memang secara
budaya, makanan pokok sebagian besar masyarakat Indonesia adalah beras, namun
di beberapa daerah, makanan pokok masyarakat turun temurun adalah jagung, sagu,
ubi kayu dan ketela rambat.
Secara turun temurun
keanekaragaman pangan itu telah terbukti dapat membantu tegaknya ketahanan,
kedaualatan dan kemandirian pangan.
“Kedepan budaya warisan leluhur
itu perlu pertahankan agar kita dapat mempertahankan kedaulatan pangan yang
belakangan ini mulai rentan sebagai akibat globalisasi, diikuti merembesnya
budaya pangan yang tidak berbasis budaya pangan lokal,” katanya.
Menurut dia dewasa ini realitas
menunjukkan bahwa globalisasi, liberalisasi ekonomi dan pasar bebas telah
membuka peluang pasar nasional dan lokal untuk dibanjiri impor produk pangan
dari berbagai negara, dan dari tahun ketahun impor itu terus meningkat.
Implikasinya adalah
ketergantungan pada impor menjadi realitas yang sedang dihadapi saat ini.
Ketergantungan tidak hanya pada pengadaan makanan pokok beras, tetapi pada
bahan makanan lainnya, seperti kedelai, jagung dan daging.
Bahkan ketergantungan juga
terjadi pada bahan pangan seperti garam, bawang dan buah-buahan. Kalau ini
terus menerus berlangsung maka pada suatu saat dapat memunculkan situasi
kerentanan kedaulatan pangan.
Sebagai contoh pada bulan Juli
tahun 2012 harga kedelai meningkat tajam karena pasokan kedelai impor dari
Amerika Serikat berkurang akibat produksi kedelai merosot sebagai akibat musim
kering disana.
Kondisi ini mengindikasikan
bahwa ketergantungan pada bahan pangan impor mengakibatkan berkurangnya pasokan
dan mendorong terjadi kenaikan harga di pasar dalam negeri. Belajar dari
pengalaman itu maka sudah saatnya seluruh komponen bangsa perlu menyikapi
situasi kerentanan pangan itu.
“Ketergantungan bahan pangan
pada impor harus kita kurangi. Salah satu upaya yang perlu dilakukan adalah
menegakkan kemandirian dan kedaulatan pangan dengan membangun budaya pangan
berbasis pengetahuan dan kearifan lokal yang telah eksis berabad-abad dalam
budaya bangsa Indonesia,” katanya.(a)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar